Musibah banjir bandang dan longsor masih menghantui sulawesi selatan: Ancaman yang tak pernah mati
Provinsi yang letaknya di ujung selatan Pulau Sulawesi yaitu Sulawesi Selatan, masyarakat setempat kembali cemas dan dihantui bencana alam. Banjir bandang dan tanah longsor yang sering terjadi secara bersamaan masih terbayang dan menghantui kawasan ini sehingga meninggalkan bekas luka yang mendalam bagi warga setempat.
Kejadian paling memilukan terjadi diawal bulan Mei 2024, Saat banjir bandang dan tanah longsor melanda Kabupaten Luwu. Bencana ini telah memakan korban jiwa, ratusan rumah tersapu arus dan ribuan lainnya terpaksa mengungsi. Infrastruktur penting juga rusak sehingga menghambat proses evakuasi dan bantuan.
Peristiwa tragedi di Luwu menjadi pengingat pahit bahwa Sulawesi Selatan masih rentan terhadap bencana hidrometeorologi. Faktor geografis, seperti wilayah pegunungan dan lereng dataran tinggi, memperparah dan memicu potensi terjadinya banjir bandang dan ke longsoran tanah. Selain itu, kerusakan hutan dan konversi lahan menjadi faktor pemicu lainnya.
Sejarah kelam bencana banjir bandang dan tanah longsor tidak berhenti di Luwu. Pada tahun 2019, musibah yang sama melanda 13 kabupaten dan kota, menewaskan puluhan orang yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur yang cukup parah. Pada tahun 2020, banjir bandang kembali melanda bagian Luwu Utara dan memakan korban puluhan jiwa serta merenggut harta benda warga.
Bencana demi bencana tidak hanya meninggalkan duka dan trauma dikalangan warga setempat tetapi juga menghambat kecepatan pembangunan dan kemajuan perekonomian di provinsi Sulawesi Selatan. Biaya rekontruksi dan pemulihan setelah bencana selalu menguras banyak anggaran daerah sehingga mengalihkan dana dari sektor yang lain tidak kalah pentingnya.
Pemerintahan setempat baik pusat maupun daerah sedang berusaha semaksimal mungkin untuk mencari tahu cara yang efektif untuk mengurangi resiko bencana di provinsi Sulawesi Selatan. Pembangunan infrastruktur tengah dilakukan sebagai penanggulangan bencana seperti bendungan dan lainnya. Program reboisasi hutan juga telah dilaksanakan untuk meminimalisir kerusakan alam.
Namun, upaya tersebut tidak akan cukup apabila kurangnya bantuan dan dukungan dari warga. Munculnya kesadaran akan pentingnya memelihara lingkungan dan beradaptasi terhadap bencana harus ditanamkan sejak kecil. Masyarakat harus diberi pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga agar mereka dapat membangun kembali kehidupan kehidupannya setelah bencana terjadi.
Banjir bandang dan tanah longsor mungkin tidak bisa dihindari di Sulawesi Selatan. Namun dengan adanya kesiapsiagaan, ketahanan dan kerja sama yang baik oleh semua pihak, dampaknya bisa diminimalisir. Masa depan provinsi Sulawesi Selatan yang lebih aman dan sejahtera bukan lagi cerita belaka, melainkan sebuah impian yang akan terwujud dan patut untuk diperjuangkan.
PENULIS: KHAERUNNISA QURRATA A’YUN/ BPI B/ NIM 50200123055